Talbis Iblis Terhadap Para Ulama dan Penuntut Ilmu
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Talbis Iblis Terhadap Para Ulama dan Penuntut Ilmu ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 9 Jumadil Awal 1443 H / 13 Desember 2021 M.
Kajian Islam Tentang Talbis Iblis Terhadap Para Ulama dan Penuntut Ilmu
Kita telah membahas beberapa talbis iblis terhadap ahli ilmu dalam berbagai disiplin ilmunya. Mulai dari ahlul hadits, ahlul fiqh, ahlul lughah, mereka tidak lepas dari tipu daya dan makar iblis. Kalaulah mereka yang berilmu saja tidak lepas dari tipu daya iblis, apalagi kalangan awam atau orang yang tidak berilmu. Sudah tentu mereka akan menjadi makanan empuk bagi iblis. Hal ini karena kejahilan dan ketidaktahuan.
Kita sebutkan sebelumnya beberapa langkah-langkah iblis dan balatentaranya untuk memperdaya orang-orang yang berilmu. Nanti Ibnul Jauzi juga akan menyebutkan talbis iblis dari kalangan awam dan juga ahli ibadah. Ini adalah tiga kalangan mayoritas, mulai dari ahli ilmu, ahli ibadah dan awam. Ibnu Jauzi menjelaskan kepada kita bagaimana tipu daya iblis terhadap tiga golongan besar manusia ini. Demikian luar biasanya iblis di dalam menjalankan sumpahnya untuk menyesatkan anak Adam dengan berbagai cara.
Ibnul Jauzi Rahimahullah mengatakan bahwa ada sejumlah orang yang memiliki semangat tinggi sehingga berhasil menguasai berbagai disiplin ilmu syar’i seperti ilmu Al-Qur’an, ilmu hadits, ilmu fiqih, bahkan dia juga menguasai ilmu bahasa. Terhadap orang-orang seperti ini, iblis datang dengan tipu muslihat yang samar, lebih besar dan lebih hebat lagi. Karena semakin tinggi tingkatan ilmu seseorang, maka semakin hebat juga tipu daya yang dilancarkan oleh iblis terhadapnya.
Iblis datang dengan tipu muslihat yang sangat samar sehingga mungkin tidak terasa dan tidak disadari oleh orang yang berilmu itu. Karena iblis melihat dan menanti dimana kita lengah dan lalai. Lalu iblis membuat mereka menilai diri sendiri sebagai orang besar. Ini penyakit manusia, yaitu ‘ujub. Diapun memandang dirinya sebagai orang besar. Apalagi itu disertai dengan popularitas yang tentu fitnahnya akan semakin berat. Karena sudah mendapatkan berbagai ilmu syar’i dan bisa memberi manfaat bagi orang lain. Terkadang muncul ‘ujub dan merasa bahwa semua itu adalah karena keahlian dan kehebatannya.
Misalnya ada orang mendapat hidayah atau mengenal sunnah karena jerih payahnya. Padahal dia hanya alat yang Allah gunakan sebagai media. Adapun yang menentukan orang itu dapat hidayah atau tidak bukan kita, tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Para Nabi dan Rasul juga menyatakan bahwa sesungguhnya mereka hanya menyampaikan.
…إِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ
“Kewajibanmu hanyalah menyampaikan dan kewajiban Kami adalah memberikan hisab (perhitungan).” (QS. Ar-Ra’d[13]: 40)
Termasuk perhitungan adalah apakah orang itu dapat hidayah atau tidak. Kadang-kadang kita terlalu jumawa dan muncul takabur sehingga kita menilai semua itu karena saya, maka timbullah penyakit ‘ujub. Ini adalah penyakit yang ditanamkan oleh iblis pelan-pelan, sangat samar dan tidak terasa. Tanpa terasa seseorang akan dibawa kepada sifat/prilaku ‘ujub. Ini menimpa orang-orang yang memiliki kelebihan ilmu daripada yang lain.
Memiliki ilmu lebih dari orang lain juga merupakan ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena iblis juga diuji dengan itu. Iblis pada awalnya adalah jin yang paling berilmu dari kalangan jin-jin yang lainnya. Allah uji dia, lalu nampaklah takabur, sombong, dan penolakannya terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia merasa lebih daripada Adam. Ini penyakit orang-orang yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Apalagi kedudukan tinggi itu karena ilmu dimana hampir semua kalangan menghormatinya. Ini adalah ujian yang berat bagi hati.
Di antara mereka adalah terpikat oleh tipu daya iblis disebabkan kelelahannya yang panjang dalam menuntut ilmu. Terhadap orang yang demikian iblis membayangkan indahnya kesenangan hidup di matanya. Bahwa sudah berakhirlah masa-masa sulit yang dia lalui dalam menuntut ilmu, maka dia membayangkan setelah itu dia harus hidup enak, dia harus memetik hasil, tekarang itu tergambar di benak para penuntut ilmu yang sudah letih di dalam perjalanan menuntut ilmu.
Kita tahu bahwasanya para ulama dahulu justru mereka lebih menghindari dunia setelah menjadi orang yang berilmu. Semakin berilmu maka mereka semakin menjauhi yang namanya kesenangan dan kelezatan hidup dunia. Mereka membatasi diri dekat dengan penguasa yang senantiasa menggoda dengan dunia yang ada di tangan penguasa. Ini merupakan satu tipu daya yang luar biasa. Yang kadang-kadang orang itu karena sudah letih hatinya, lalu ada dunia yang terpampang di hadapannya, maka dia tidak tahan dengan godaan itu. Dan dunia itu penuh dengan godaan. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan sifat dunia:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (enak dipandang dan enak dirasa).” (HR. Muslim)
Bayangkan seorang penuntut ilmu yang sudah puluhan tahun menuntut ilmu, dia bersusah payah, dia menahan dirinya selama bertahun-tahun. Kemudian dalam hatinya berkata: “Sudah tibalah masanya mengakhiri semua penderitaan ini”. ketika di tawarkan dunia dihadapannya, dia pun tidak tahan terhadap godaan itu.
Sementara kita tahu bahwa balasan dari perjalanan proses kita menuntut ilmu bukan dunia, kedudukan dan gaji tinggi, kehidupan yang serba ada, fasilitas yang senantiasa disodorkan, terkadang itu yang menjadi fitnah. Sehingga tanpa terasa penyakit-penyakit hati pun masuk kedalam hatinya.
Lalu apakah Islam melarang menjadi orang kaya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51184-talbis-iblis-terhadap-para-ulama-dan-penuntut-ilmu/